Siapkah Industri Kecil dan Menengah Kita Bersaing?
Apabila kita melihat pertumbuhan negara tiongkok maka kita akan bertanya-tanya apakah yang membuat tiongkot dapat maju sepesat itu? Seperti yang kita ketahui perekonomian tingkok ditopang oleh industri-industri rumahan yang memproduksi segala jenis barang sehingga mereka dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri sendiri tanpa perlu mendatangkan dari luar. Kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan barang-barang dari tiongkok karena harganya murah. Mari kita bercermin kedalam negeri ini sudahkah negeri ini dapat mandiri seperti yang dilakukan oleh tiongkok.
Industri kecil menengah di Indonesia belakangan berkembang dengan pesat dari tahun ke tahun namun di balik semua itu terdapat masalah besar yang harus dihadapi industri ini yaitu rendahnya produktivitas sehingga produk yan dihasilkan tidak dapat bersaing dipasaran hal ini mengakibatkan sulitnya membuka akses pasar dan meningkatkan daya saing. Untuk itu, pemerintah mencoba memberikan pendampingan guna mendongkrak produktivitas sesuai jenis usahanya. Belajar dari industri tiongkok seharusnya kita dapat melakukan perbaikan dan antisipasi agar produk yang dihasilkan oleh industri kita dapat diterima oleh dunia internasional. Masalah kualitas bukan hanya menjadi milik industri kecil saja kadang perusahaan besar dan langganan mengekspor ke luar negeri sering terkendala tidak terpenuhinya standar kualitas yang ditentukan oleh negara yang dituju.
Menurut data dari deprindag rendahnya produktivitas IKM bisa dilihat dari utilitas produksi yang baru 60-70 persen. Rendahnya produktivitas ini dapat diketahui dari banyaknya reject cost dan ini banyak terjadi pada sektor usaha produk komponen otomotif, makanan, logam dan mesin. Kurangnya mutu SDM Indonesia juga menjadi salah satu penghambat selain keterbatasan modal dari pengusaha industri kecil dan menengah. Apabila industri ingin Indonesia maju kita harus bersama-sama membenahi kekurangan yang dihadapi untuk menyongsong persaingan bebas yang akan segera dilaksanakan kedepan. Dengan majunya industri Indonesia dapat menjadi modal untuk menjadi negara maju karena sebagian negara-negara maju di dunia menopang perekonomiannya pada industri modern yang dapat memenuhi permintaan pasar dan standar kualitas serta kuantitas.
Akibat produktivitas yang rendah itu, IKM tak kunjung memiliki standar produk sehinggga mereka sulit mempertahankan stabilitas kualitas, kontinuitas, dan kuantitas.. Padahal, untuk menghadapi persaingan, produk IKM harus mengantongi standar produk oleh karena itu deprindag berusaha memberikan pendampingan kepada IKM. Sejak tahun 2006 pihak kementrian industri dan perdagangan bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) mengirim calon konsultan IKM ke jepang.
Apabila kita melihat pertumbuhan negara tiongkok maka kita akan bertanya-tanya apakah yang membuat tiongkot dapat maju sepesat itu? Seperti yang kita ketahui perekonomian tingkok ditopang oleh industri-industri rumahan yang memproduksi segala jenis barang sehingga mereka dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri sendiri tanpa perlu mendatangkan dari luar. Kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan barang-barang dari tiongkok karena harganya murah. Mari kita bercermin kedalam negeri ini sudahkah negeri ini dapat mandiri seperti yang dilakukan oleh tiongkok.
Industri kecil menengah di Indonesia belakangan berkembang dengan pesat dari tahun ke tahun namun di balik semua itu terdapat masalah besar yang harus dihadapi industri ini yaitu rendahnya produktivitas sehingga produk yan dihasilkan tidak dapat bersaing dipasaran hal ini mengakibatkan sulitnya membuka akses pasar dan meningkatkan daya saing. Untuk itu, pemerintah mencoba memberikan pendampingan guna mendongkrak produktivitas sesuai jenis usahanya. Belajar dari industri tiongkok seharusnya kita dapat melakukan perbaikan dan antisipasi agar produk yang dihasilkan oleh industri kita dapat diterima oleh dunia internasional. Masalah kualitas bukan hanya menjadi milik industri kecil saja kadang perusahaan besar dan langganan mengekspor ke luar negeri sering terkendala tidak terpenuhinya standar kualitas yang ditentukan oleh negara yang dituju.
Menurut data dari deprindag rendahnya produktivitas IKM bisa dilihat dari utilitas produksi yang baru 60-70 persen. Rendahnya produktivitas ini dapat diketahui dari banyaknya reject cost dan ini banyak terjadi pada sektor usaha produk komponen otomotif, makanan, logam dan mesin. Kurangnya mutu SDM Indonesia juga menjadi salah satu penghambat selain keterbatasan modal dari pengusaha industri kecil dan menengah. Apabila industri ingin Indonesia maju kita harus bersama-sama membenahi kekurangan yang dihadapi untuk menyongsong persaingan bebas yang akan segera dilaksanakan kedepan. Dengan majunya industri Indonesia dapat menjadi modal untuk menjadi negara maju karena sebagian negara-negara maju di dunia menopang perekonomiannya pada industri modern yang dapat memenuhi permintaan pasar dan standar kualitas serta kuantitas.
Akibat produktivitas yang rendah itu, IKM tak kunjung memiliki standar produk sehinggga mereka sulit mempertahankan stabilitas kualitas, kontinuitas, dan kuantitas.. Padahal, untuk menghadapi persaingan, produk IKM harus mengantongi standar produk oleh karena itu deprindag berusaha memberikan pendampingan kepada IKM. Sejak tahun 2006 pihak kementrian industri dan perdagangan bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) mengirim calon konsultan IKM ke jepang.