Ironis, Dana Pembangunan di Indonesia
Banyaknya dana pembangunan di daerah yang terbengkalai sangat memprihatinkan sekali mengingat dana tersebut dibutuhkan sekali untuk menggerakan perekonomian di tiap-tiap daerah. Pemerintah daerah lebih memilih menaruh dana megganggur mereka di SBI padahal Menkeu sudah mempringatkan hal ini hanya akan merugikan daerah sendiri karena tidak dapat mengoptimalkan pembangunan.
Selama ini penyimpanan APBD di SBI bergantung kebijakan dari masing-masing daerah. Hal ini diakibatkan penyerapan dana APBD masih kecil. Tetapi, disisi yang lain, banyak proyek pemda tertunda justru kekurangan dana. Menkeu mengakui, sebenarnya daerah merugi menempatkan dana si SBI karena itu pemda dan DPRD harus bisa menyusun alokasi dana anggaran semaksimal mungkin, namun tetap tidak boleh asal pakai. Punishment bagi pemda yang menempatkan dana sangat besar di SBI bukan solusi. Pernah beberapa kali dosen penulis diminta menangani proyek pemda mengatakan kalau pemerintah daerah terutama dalam pengerjaan proyek lebih berhati-hati untuk penggunaan dana, karena khawatir apabila ada apa-apa tidak ingin disalahkan.
Bank Indonesia (BI) juga berharap lebih banyak dana APBD yang terserap untuk proyek di daerah. Besarnya dana berupa sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak hanya menghambat pembangunan, tetapi juga membebani BI. Setiap bulannya BI harus menyiapkan dana rp. 1,5 triliun per bulan untuk membayar bunga SBI ke perbankan, lalu dari mana dana tersebut berasal kalau bukan dari masyarakat sendiri toh pada akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri.
Perlunya koordinasi antara pemerintah pusat, pemda, dan BI agar tidak terlalu banyak dana yang ditemapatkan di SBI. Namun dalam konteks ini, BI hanya memiliki kewenangan konsultatif.. Seharusnya pemda dapat merencanakan anggaran agar terlaksana tepat waktu, otomatis dana itu tidak bersaldo giro di bank daerah. Mengingat hal tadi maka perlu adanya persamaan pandangan mau dikemanakan dana tersebut antar pihak terkait bahwa proyek di daerah harus berjalan guna mendorong perekonomian daerah. Pada sisi lain pemda mengalami kelebihan dana dan menyimpanya dalam bentuk SBI, pengusaha UKM sendiri masih banyak yang kekurangan modal dan pemda jarang ada yang mau melirik mereka padahal UKM merupakan sumber potensial penggerak perekonomian bagi daerah itu sendiri sehingga banyak UKM yang stagnan dan dana terlalu banyak yang dinvestasikan dalam bentuk SBI membuat tidak adanya penggerak ekonomi sektor rill.
Jumat, 31 Agustus 2007
Sertifikat Bank Indonesia
Diposting oleh kecksuma di 13.31
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar