Sabtu, 25 Agustus 2007

Siapkah Industri Kecil dan Menengah Kita Bersaing?

Apabila kita melihat pertumbuhan negara tiongkok maka kita akan bertanya-tanya apakah yang membuat tiongkot dapat maju sepesat itu? Seperti yang kita ketahui perekonomian tingkok ditopang oleh industri-industri rumahan yang memproduksi segala jenis barang sehingga mereka dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri sendiri tanpa perlu mendatangkan dari luar. Kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan barang-barang dari tiongkok karena harganya murah. Mari kita bercermin kedalam negeri ini sudahkah negeri ini dapat mandiri seperti yang dilakukan oleh tiongkok.
Industri kecil menengah di Indonesia belakangan berkembang dengan pesat dari tahun ke tahun namun di balik semua itu terdapat masalah besar yang harus dihadapi industri ini yaitu rendahnya produktivitas sehingga produk yan dihasilkan tidak dapat bersaing dipasaran hal ini mengakibatkan sulitnya membuka akses pasar dan meningkatkan daya saing. Untuk itu, pemerintah mencoba memberikan pendampingan guna mendongkrak produktivitas sesuai jenis usahanya. Belajar dari industri tiongkok seharusnya kita dapat melakukan perbaikan dan antisipasi agar produk yang dihasilkan oleh industri kita dapat diterima oleh dunia internasional. Masalah kualitas bukan hanya menjadi milik industri kecil saja kadang perusahaan besar dan langganan mengekspor ke luar negeri sering terkendala tidak terpenuhinya standar kualitas yang ditentukan oleh negara yang dituju.
Menurut data dari deprindag rendahnya produktivitas IKM bisa dilihat dari utilitas produksi yang baru 60-70 persen. Rendahnya produktivitas ini dapat diketahui dari banyaknya reject cost dan ini banyak terjadi pada sektor usaha produk komponen otomotif, makanan, logam dan mesin. Kurangnya mutu SDM Indonesia juga menjadi salah satu penghambat selain keterbatasan modal dari pengusaha industri kecil dan menengah. Apabila industri ingin Indonesia maju kita harus bersama-sama membenahi kekurangan yang dihadapi untuk menyongsong persaingan bebas yang akan segera dilaksanakan kedepan. Dengan majunya industri Indonesia dapat menjadi modal untuk menjadi negara maju karena sebagian negara-negara maju di dunia menopang perekonomiannya pada industri modern yang dapat memenuhi permintaan pasar dan standar kualitas serta kuantitas.
Akibat produktivitas yang rendah itu, IKM tak kunjung memiliki standar produk sehinggga mereka sulit mempertahankan stabilitas kualitas, kontinuitas, dan kuantitas.. Padahal, untuk menghadapi persaingan, produk IKM harus mengantongi standar produk oleh karena itu deprindag berusaha memberikan pendampingan kepada IKM. Sejak tahun 2006 pihak kementrian industri dan perdagangan bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) mengirim calon konsultan IKM ke jepang.


Selasa, 21 Agustus 2007

langkah kongkritnya pemerintah

Langkah Konkrit Pemerintah Membantu UKM

Salah satu sektor ekonomi yang masih dapat bertahan dalam krisis ekonomi yang dialami Indonesia adalah UKM. Saat perusahaan-perusahaan besar beramai-beramai mem-PHK kan karyawannya UKM menyediakan lapangan pekerjaan bagi ribuan tenaga kerja tersebut. UKM sendiri masih dianak tirikan sampai tahun 1998 saat perekonomian Indonesia kolaps terkena badai krisi moneter yang melanda Asia pada waktu itu, oleh karena itu sudah sewajarnya pemerintah memberikan perhatian kepada sektor UKM yang telah menyumbang pembanguan ekonomi..
Baru-baru ini kementrian koperasi-UKM menyiapkan langkah strategis untuk mengembangkan sektor usaha kecil dan menengah. Yaitu menyiapkan skema penjaminan sehingga kucuran kredit perbankan bisa lebih gencar. Banyak UKM yang belum terkelola dengan professional tetapi ada juga yang sudah bankable namun sulit untuk dipercaya oleh bank dan lembaga keuangan. Bank sendiri lebih memilih memberikan kredit kepada perusahaan karena resiko yang piutang tak tertagihnya kecil dibandingkan dengan memberikan kredit kepada sektor UKM. Hal ini wakar saja terjadi karena UKM sendiri jumlahnya sangat banyak dan apabila ditotal kredit yang dikucurkan kepada UKM melebihi kredit yang akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan. Padahal saat ini UKM menjadi sasaran pasar bank, jadi amat disayangkan jika bank dan UKM belum menemukan titik temu.
UKM banyak berdiri ala kadarnya tanpa disertai dengan pembinaan keuangan yang baik dari pemerintah sehingga seringkali UKM terbelit kredit macet perbankan.untuk informasi saja kredit macet perbankan banyak yang berasal dari UKM sehingga Bank akan pikir-pikir kembali untuk memberikan kredit ditambah lagi resiko yang harus dihadapi dan wajar apabila pembiayaan sektor riil di negara kita lambat. Disamping kesulitan dalam pembiayaan untuk pengembangan usaha mereka juga terkendala pemasaran barang-barang hasil produksi karena masih kurangnya informasi yang diberikan oleh Kementrian koperasi-UKM bagi yang memproduksi dan mendistribusikan barangnya dan hal ini semestinya mejadi perhatian khusus bagi pemerintah selain sektor keuangan.
Untuk masalah keuangan kementrian koperasi-UKM telah menyiapkan program untuk penjaminan UKM dengan dana khusus sebesar 1,4 triliun dan saat ini rencana ini sedang dimatangkan dan diharapkan selesai tahun 2007 ini. Untuk tahun 2007 kementrian koperasi dan UKM sedang menyiapkan program pembiayaan bagi koperasi dan usaha mikro. HIngga 2009, pihaknya menargetkan bisa mengucurkan bantuan bagi 6.013 koperasi. Tahun 2006 lalu telah menyalurkan dana sebesar Rp 235 miliat bagi 1.500 koperasi. Sedangkan pada semester 1 tahun ini, pengucuran dana hampir bagi 4.000 koperasi dan dana bantuan ini hampir mencapai 85 persen dari total anggaran kementrian Koperasi-UKM.

Senin, 20 Agustus 2007

biofuel di Indonesia

Biofuel Terganjal Birokrasi Berbelit

Seperti biasa pemerintah mencanangkankan suatu program namun minim hasil yang didapat seperti inilah gambaran rencana pemerintah yang ingin menggalakan penggunaan biofuel (bahan bakar nabati) pada kendaraan bermotor di Indonesia untuk mengurangi tingkat polsi udara namun keinginan tersebut terganjal oleh penyediaan biofuel dikarenakan belum adanya pasokan biofuel yang memadai. Jangankan hasil proses saja belum jalan dan ini hal ini masih terkatung-katung perizinannya di 22 departemen.
Salah satu alasan belum adanya pasokan biofuel karena belum adanya lahan perkebunan untuk menanam pohon jarak dan sawit untuk keperluan ini. Lahan-lahan tersebut masih sulit untuk mendapatkan izin untuk ditanami dan ini menuai kritik dari Gubernur Gorontalo fadel Muhammad. Fadel yang menilai program tersebut kurang efektif karena masih berbelit-belitnya birokrasi untuk perizinan dan ini bisa mematikan ide-ide yang berkembang di daerah terutama untuk pengembangan daerah itu sendiri. Kini propinsi yang ia pimpin sudah menyiapkan lahan seluas 50 hektar untuk menanam tanama guna memproduksi biofuel
Fadel sendiri kecewa dengan sikap pemerintah yang tidak bersungguh-sungguh dalam penanganan proyek ini karena memakan waktu yang lama dan terlalu banyak birokrat yang harus ditembus bukan hanya dia saja yang mengeluh tetapi gubernur-gubernur yang provinsinya yang dijadikan proyek percontohan juga ikut mengeluh.
Penyakti lama pemerintah memang sering kambuh dan hal ini sudah menjadi tradisi bagi pengembangan proyek-proyek di Indonesia, kalau mau cepat ya mesti pakai cara yang diluar jalur namun proyek ini adalah proyek pemerintah pusat buat apa segala mereka menyulitakn diri sendiri apalagi menyulitkan pemerintah daerah. Tradisi-tradisi seperti inilah yang harus dihilang kan apabila ingin membangun Negara ini. Entah kenapa apabila pemerintah ingin menjalankan proyek selalu terkendala, apapun itu bentuknya. Pemerntah sendiri sebenarnya sudah memiliki rencana yang bagus tetapi sering kali pelaksanaanya nihil dan kesalahannya itu selalu berada pada tingkat birokrasi dan ini menjadi momok dalam perekonomian Indonesia.