Jumat, 31 Agustus 2007

Sertifikat Bank Indonesia

Ironis, Dana Pembangunan di Indonesia

Banyaknya dana pembangunan di daerah yang terbengkalai sangat memprihatinkan sekali mengingat dana tersebut dibutuhkan sekali untuk menggerakan perekonomian di tiap-tiap daerah. Pemerintah daerah lebih memilih menaruh dana megganggur mereka di SBI padahal Menkeu sudah mempringatkan hal ini hanya akan merugikan daerah sendiri karena tidak dapat mengoptimalkan pembangunan.
Selama ini penyimpanan APBD di SBI bergantung kebijakan dari masing-masing daerah. Hal ini diakibatkan penyerapan dana APBD masih kecil. Tetapi, disisi yang lain, banyak proyek pemda tertunda justru kekurangan dana. Menkeu mengakui, sebenarnya daerah merugi menempatkan dana si SBI karena itu pemda dan DPRD harus bisa menyusun alokasi dana anggaran semaksimal mungkin, namun tetap tidak boleh asal pakai. Punishment bagi pemda yang menempatkan dana sangat besar di SBI bukan solusi. Pernah beberapa kali dosen penulis diminta menangani proyek pemda mengatakan kalau pemerintah daerah terutama dalam pengerjaan proyek lebih berhati-hati untuk penggunaan dana, karena khawatir apabila ada apa-apa tidak ingin disalahkan.
Bank Indonesia (BI) juga berharap lebih banyak dana APBD yang terserap untuk proyek di daerah. Besarnya dana berupa sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak hanya menghambat pembangunan, tetapi juga membebani BI. Setiap bulannya BI harus menyiapkan dana rp. 1,5 triliun per bulan untuk membayar bunga SBI ke perbankan, lalu dari mana dana tersebut berasal kalau bukan dari masyarakat sendiri toh pada akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri.
Perlunya koordinasi antara pemerintah pusat, pemda, dan BI agar tidak terlalu banyak dana yang ditemapatkan di SBI. Namun dalam konteks ini, BI hanya memiliki kewenangan konsultatif.. Seharusnya pemda dapat merencanakan anggaran agar terlaksana tepat waktu, otomatis dana itu tidak bersaldo giro di bank daerah. Mengingat hal tadi maka perlu adanya persamaan pandangan mau dikemanakan dana tersebut antar pihak terkait bahwa proyek di daerah harus berjalan guna mendorong perekonomian daerah. Pada sisi lain pemda mengalami kelebihan dana dan menyimpanya dalam bentuk SBI, pengusaha UKM sendiri masih banyak yang kekurangan modal dan pemda jarang ada yang mau melirik mereka padahal UKM merupakan sumber potensial penggerak perekonomian bagi daerah itu sendiri sehingga banyak UKM yang stagnan dan dana terlalu banyak yang dinvestasikan dalam bentuk SBI membuat tidak adanya penggerak ekonomi sektor rill.

Rabu, 29 Agustus 2007

Konsumsi Masih Menjadi Pendorong Ekonomi


Untuk saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih didorong oleh konsumsi belum sepenuhnya dari kinerja ekspor dan investasi seperti yang diharapkan agar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sesuai target 6,8 persen. Besarnya peranan konsumsi tidak lepas membaiknya daya beli dan kesejahteraan masyarakat dari beberapa elemen masyarakat karena masih ada kelompok masyarakat yang tingkat kesejahteraanya belum memadai dan ini menjadi tantangan yang harus dipecahkan
Target pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi 6,8 persen dalam RAPBN 2008, ternyata masih didorong oleh konsumsi . Meski demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yakin kinerja ekspor dan investasi ikut menopang ekonomi.
Sangat disayangkan pemerintah daerah banyak menyimpan dananya berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) karena seharusnya dana tersebut dapat digunakan untuk melakukan investasi bagi derah masing-masing. Banyaknya dana daerah yang terbengkalai disebabkan karena pemerintah daerah belum mampu mengoptimalkan dalam pengelolaan dana tersebut, hal ini sangat disayangkan sekali padahal Indonesia sangat membutuhkan investasi besar-besaran baik itu infrastruktur maupun untuk kepentingan produksi di tiap-tiap daerah(sektor rill). Adanya dana yang disimpan di SBI membuat sektor rill kekurangan modal dalam melakukan usaha, bertolak belakang sekali dengan yang dikatakan oleh menkeu yang mengatakan bahwa tingginya konsumsi masyarakat tidak selayaknya di interpretasikan negative.”justru kuatnya konsumsi masyarakat menunjukkan pulihnya daya beli dan membaiknya kesejahteraan masyarakat. Ini yang akan menopang bangkitanya seluruh sektor riil.”kata Sri mulyani di depan Rapat Paripurna Jawaban Pemerintah terhadap Pemandagan Umum DPR tentang Nota Keuangan RAPBN 2008.
Tingginya tingkat konsumsi di Indonesia memang memacu pertumbuhan ekonomi namun itu hanyalah untuk jangka pendek saja karena apabila terjadi goncangan ekonomi dan inflasi besar-besaran keadaan perekonomian bisa saja kembali ambruk sewaktu-waktu. Dana APBD yang disimpan di perbankan kini mencapi Rp 90 triliun, sekitar Rp 50 triliun diantaranya disimpan di BPD di SBI. Kondisi ini sangat ironis karena kebutuhan dana pembangunan infrastruktur dan sektor rill sangat besar. Perekonomian layaknya ditumpu oleh konsumsi, investasi, penegluaran/belanja Negara, dan selisih ekspor dan impor {Y=C+I+G+(X-M)}agar berjalan seimbang bukan seperti saat ini yang lebih bertumpu pada komsumsi saja dan mengabaikan sektor lainnya. Lebih mengherankan lagi entah kenapa Pemerintah lebih mengandalkan investasi dari luar daripada investasi dari dalam negeri sendiri.